Minggu, 19 April 2020

Mengulik Sistem Pendidikan Vokasi di Negeri Bawah Laut (1)



Wujud nyata kerjasama Indonesia-Belanda di bidang pendidikan sudah mulai bisa dirasakan semenjak penandatanganan noktah kesepahaman (MoU) antara Perdana Menteri Belanda,  Mark Rutte dan Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo di Jakarta pada bulan November 2016. Salah satu persetujuan yang ditandatangani adalah kerjasama di bidang revitalisasi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) berbasis pertanian yang telah dipilih sebagai proyek percontohan untuk revitalisasi SMK di Indonesia
Berdasarkan persetujuan ini, konsorsium Belanda diwakili oleh Innocap, konsorsium pelatihan Belanda yang diketuai oleh institusi pendidikan Belanda: universitas ilmu terapan Has, Van Hall Larenstein, Grup Aeres dan universitas Lentiz. Innocap sudah menyusun program pelatihan yang didanai oleh Nuffic, lembaga sosial masyarakat Belanda. Implementasi program pelatihan ini dimulai pada musim gugur 2017 dengan kegiatan kunjungan ke beberapa SMK Indonesia antara lain: SMK Negeri 5 Jember, SMK Negeri 2 Batu, SMK Negeri Bawen, SMK Negeri 2 Subang, SMK IPP Ciamis, SMK Lembang, SMK Cibadak, Pendidikan Vokasi IPB, dan  beberapa Dunia Usaha dan Industri. Atas dasar inilah, Innocap mengundang guru-guru dan kepala SMK tersebut untuk mengikuti study tour dan pelatihan di Belanda mulai 27 Januari sampai 7 Februari 2018. Salah satu guru yang beruntung mendapatkan kesempatan tersebut adalah saya. Dengan berbekal kemampuan bahasa Inggris saya yang terbatas, saya berusaha menyerap pengetahuan yang nantinya bisa diterapkan untuk kemajuan SMK Negeri 5 Jember.

Apa Misi Utamanya?
Misi utamanya adalah memahamkan peserta bahwa faktor utama keberhasilan sektor pertanian Belanda adalah dari prinsip-prinsip pendidikan dan hubungan kerjasama dengan pihak swasta di Belanda. Selain itu, peserta diharapkan bisa terinspirasi atau mengadaptasi  keberhasilan pendidikan pertanian Belanda untuk diterapkan di sekolah masing-masing.

Bagaimana Sistem Pendidikan Kejuruan di Belanda?
               Siswa dibimbing untuk mengetahui minat mereka pada tingkat paling awal di VMBO (setingkat SMP, untuk siswa umur 12-16 tahun  sehingga ketika mereka melanjutkan ke MBO (setingkat SMK), bisa menjadi salah satu jaminan bahwa siswa belajar berdasarkan pada minat sendiri dan akan bertanggung jawab dengan pilihannya. Hal ini mendorong cara belajar siswa, motivasi atau partisipasi aktif untuk mencapai tujuan mereka. Selain itu, mereka hanya mempelajaribidang keahlian yang mereka pilih. Jadi mereka harus lebih fokus daripada belajar terlalu banyak mata pelajaran seperti yang kita miliki di Indonesia. Saya sangat terkesan dengan sistem ini. Walaupun tidak mudah untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia, setidaknya saya dapat berbagi pendapat dengan institusi saya untuk memiliki pendekatan yang berhubungan dengan penerimaan siswa baru untuk memastikan apakah siswa baru mengambil keahlian berdasarkan pada bakat mereka sendiri dan para guru dapat secara efektif membimbing dan memfasilitasi mereka. Dalam pikiran saya akan sangat membantu dalam mencapai keberhasilan pembelajaran siswa.
               Situasi proffesional (PS) mendorong segala sesuatu yang berhubungan dengan proses belajar siswa yang mencakup materi, metode pembelajaran, bimbingan di sekolah dan di tempat kerja. Efektivitas dapat dinilai dengan meninjau bukti pembelajaran. Sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Untuk mengadaptasi sistem, proses pembelajaran akan efektif jika kita melakukan penilaian kebutuhan siswa terlebih dahulu. Kami, sebagai lembaga pendidikan harus tahu apa yang dibutuhkan siswa. Sehingga kita dapat mencoba untuk memenuhinya. Ini akan menentukan rencana yang kami rancang serta proses pembelajaran yang efektif yang mempengaruhi motivasi siswa dalam mencapai tujuan mereka. Ini sejalan dengan salah satu prinsip manajemen mutu yang menekankan pada fokus pelanggan. Kita harus mengetahui harapan pelanggan (siswa) sehingga kita dapat memuaskan mereka dengan memenuhi harapan itu.

Pembelajaran Berbasis Proyek
               Menerapkan pembelajaran berbasis Proyek dengan ditentukan dari masalah nyata dalam kehidupan kita dapat menjadi jawaban dari semua pertanyaan saya di atas. Ini dimulai dengan penugasan dari klien di sekitar sekolah: pemerintah, pengusaha, petani dan lainnya. Siswa mengerjakan solusi praktis berbasis permintaan dalam organisasi siswa. Mereka memilih dari berbagai proyek. Dilatih oleh guru, siswa bekerja pada akuisisi, penjadwalan, penetapan biaya, manajemen dan eksekusi. Mereka bekerja dengan proposal pembelajaran, disiapkan oleh siswa dan diakhiri dengan presentasi di depan sektor swasta terkait. Ini adalah kesepakatan di mana pembelajaran dan hasilnya dijelaskan. Tidak hanya mendapatkan lebih banyak pengetahuan teoretis, siswa juga ditanya bagaimana proyek ini bekerja untuk kompetensi umum mereka. Di sini para siswa mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman berharga dalam praktik profesional.
Sekolah juga dapat memperkuat kerja sama dengan sektor swasta dengan memiliki bukti berdasarkan bahwa siswa (dengan bimbingan guru, tentu saja) dapat berkontribusi pada tantangan yang dihadapi sektor swasta. Dibutuhkan banyak langkah, komitmen dari pihak terkait, kerja keras, pemerintah, dan kebijakan sekolah untuk membuktikannya, tentu saja, tetapi setidaknya kita perlu langkah pertama untuk mengimplementasikannya. Jika berhasil, sektor swasta akan percaya bahwa mereka akan mendapatkan manfaat dan kemitraan berkelanjutan dapat dipertahankan.

Bagaimana kurikulumnya dan kerjasama institusi pendidikan dengan industrinya? Nantikan tulisan saya selanjutnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar