Wujud nyata kerjasama
Indonesia-Belanda di bidang pendidikan sudah mulai bisa dirasakan semenjak penandatanganan
noktah kesepahaman (MoU) antara Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte dan Presiden Republik Indonesia, Bapak
Joko Widodo di Jakarta pada bulan November 2016. Salah satu persetujuan yang
ditandatangani adalah kerjasama di bidang revitalisasi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)
berbasis pertanian yang telah dipilih sebagai proyek percontohan untuk
revitalisasi SMK di Indonesia
Berdasarkan persetujuan ini,
konsorsium Belanda diwakili oleh Innocap,
konsorsium pelatihan Belanda yang diketuai oleh institusi pendidikan Belanda: universitas
ilmu terapan Has, Van Hall Larenstein, Grup
Aeres dan universitas Lentiz. Innocap
sudah menyusun program pelatihan yang didanai oleh Nuffic, lembaga sosial masyarakat Belanda. Implementasi program
pelatihan ini dimulai pada musim gugur 2017 dengan kegiatan kunjungan ke
beberapa SMK Indonesia antara lain: SMK Negeri 5 Jember, SMK Negeri 2 Batu, SMK
Negeri Bawen, SMK Negeri 2 Subang, SMK IPP Ciamis, SMK Lembang, SMK Cibadak,
Pendidikan Vokasi IPB, dan beberapa
Dunia Usaha dan Industri. Atas dasar inilah, Innocap mengundang guru-guru dan kepala SMK tersebut untuk
mengikuti study tour dan pelatihan di Belanda mulai 27 Januari sampai 7
Februari 2018. Salah satu guru yang beruntung mendapatkan kesempatan tersebut
adalah saya. Dengan berbekal kemampuan bahasa Inggris saya yang terbatas, saya
berusaha menyerap pengetahuan yang nantinya bisa diterapkan untuk kemajuan SMK
Negeri 5 Jember.
Apa Misi Utamanya?
Misi utamanya adalah memahamkan peserta bahwa faktor
utama keberhasilan sektor pertanian Belanda adalah dari prinsip-prinsip
pendidikan dan hubungan kerjasama dengan pihak swasta di Belanda. Selain itu,
peserta diharapkan bisa terinspirasi atau mengadaptasi keberhasilan pendidikan pertanian Belanda
untuk diterapkan di sekolah masing-masing.
Bagaimana Sistem Pendidikan Kejuruan
di Belanda?
Siswa dibimbing untuk mengetahui
minat mereka pada tingkat paling awal di VMBO (setingkat
SMP, untuk siswa umur 12-16 tahun sehingga ketika mereka melanjutkan ke MBO (setingkat
SMK), bisa menjadi salah satu jaminan bahwa siswa belajar berdasarkan pada minat sendiri dan akan
bertanggung jawab dengan pilihannya. Hal ini mendorong
cara belajar siswa, motivasi atau partisipasi aktif untuk mencapai tujuan
mereka. Selain itu, mereka hanya mempelajaribidang keahlian yang mereka pilih.
Jadi mereka harus lebih fokus daripada belajar terlalu banyak mata pelajaran
seperti yang kita miliki di Indonesia. Saya sangat terkesan dengan sistem ini.
Walaupun tidak mudah untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia, setidaknya
saya dapat berbagi pendapat dengan institusi saya untuk memiliki pendekatan
yang berhubungan dengan penerimaan siswa baru untuk memastikan apakah siswa
baru mengambil keahlian berdasarkan pada bakat mereka sendiri dan para guru
dapat secara efektif membimbing dan memfasilitasi mereka. Dalam pikiran saya
akan sangat membantu dalam mencapai keberhasilan pembelajaran siswa.
Situasi proffesional (PS) mendorong segala sesuatu yang berhubungan dengan proses belajar siswa yang mencakup materi, metode pembelajaran, bimbingan di sekolah dan di tempat kerja. Efektivitas dapat dinilai dengan meninjau bukti pembelajaran. Sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Untuk mengadaptasi sistem, proses pembelajaran akan efektif jika kita melakukan penilaian kebutuhan siswa terlebih dahulu. Kami, sebagai lembaga pendidikan harus tahu apa yang dibutuhkan siswa. Sehingga kita dapat mencoba untuk memenuhinya. Ini akan menentukan rencana yang kami rancang serta proses pembelajaran yang efektif yang mempengaruhi motivasi siswa dalam mencapai tujuan mereka. Ini sejalan dengan salah satu prinsip manajemen mutu yang menekankan pada fokus pelanggan. Kita harus mengetahui harapan pelanggan (siswa) sehingga kita dapat memuaskan mereka dengan memenuhi harapan itu.
Pembelajaran Berbasis Proyek
Menerapkan pembelajaran berbasis
Proyek dengan ditentukan dari masalah nyata dalam kehidupan kita dapat menjadi
jawaban dari semua pertanyaan saya di atas. Ini dimulai dengan penugasan dari
klien di sekitar sekolah: pemerintah, pengusaha, petani dan lainnya. Siswa
mengerjakan solusi praktis berbasis permintaan dalam organisasi siswa. Mereka
memilih dari berbagai proyek. Dilatih oleh guru, siswa bekerja pada akuisisi,
penjadwalan, penetapan biaya, manajemen dan eksekusi. Mereka bekerja dengan
proposal pembelajaran, disiapkan oleh siswa dan diakhiri dengan presentasi di
depan sektor swasta terkait. Ini adalah kesepakatan di mana pembelajaran dan
hasilnya dijelaskan. Tidak hanya mendapatkan lebih banyak pengetahuan teoretis,
siswa juga ditanya bagaimana proyek ini bekerja untuk kompetensi umum mereka.
Di sini para siswa mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman berharga
dalam praktik profesional.
Sekolah juga
dapat memperkuat kerja sama dengan sektor swasta dengan memiliki bukti
berdasarkan bahwa siswa (dengan bimbingan guru, tentu saja) dapat berkontribusi
pada tantangan yang dihadapi sektor swasta. Dibutuhkan banyak langkah, komitmen
dari pihak terkait, kerja keras, pemerintah, dan kebijakan sekolah untuk
membuktikannya, tentu saja, tetapi setidaknya kita perlu langkah pertama untuk
mengimplementasikannya. Jika berhasil, sektor swasta akan percaya
bahwa mereka akan mendapatkan manfaat dan kemitraan berkelanjutan dapat
dipertahankan.
Bagaimana kurikulumnya dan kerjasama
institusi pendidikan dengan industrinya? Nantikan tulisan saya selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar